KETIKA CINTA BERBUAH SURGA ;-) :-) .. ^^
Di Tanah Kurdistan, ada seorang raja yang adil dan shalih. Dia memiliki
putra; seorang anak laki-laki yang tampan,cerdas dan pemberani.
Saat-saat menyenangkan bagi sang raja adalah, ketika dia mengajari
anaknya itu membaca Al-Quran. Sang raja juga menceritkan kepadanya
kisah-kisah kepahlawanan para panglima dan tentaranya di medan
pertempuran. Anak raja yang bernama Said itu, sangat gembira mendengar
penuturan kisah ayahnya.
Di
saat lain ayahnya memberi nasihat kepadanya “Said, Anakku, sudah
saatnya kamu mencari teman sejati yang setia dalam suka dan duka.
Seorang teman yang baik, yang akan membantumu untuk menjadi orang
baik. Teman sejati yang bisa kau ajak bercinta untuk surga.”
Said tersentak mendengar perkataan ayahnya.
“Apa maksud ayah dengan teman yang bisa diajak bercinta untuk surga?” tanyanya dengan nada penasaran.
“Dia
adalah teman sejati yang benar-benar mau berteman denganmu, bukan
karena derajatmu, tetapi karena kemurnian cinta itu sendiri, yang
tercipta dari keikhlasan hati. Dia mencintaimu karena Allah. Dengan
dasar itu, kau pun bisa mencintainya dengan penuh keikhlasan; karena
Allah. Kekuatan cinta kalian akan melahirkan kekuatan dahsyat yang
membawa manfaat dan kebaikan. Kekuatan cinta itu juga akan bersinar dan
membawa kalian masuk surga.”
“Bagaimana cara mencari teman seperti itu, Ayah?” tanya Said.
Sang
raja menjawab, “Kamu harus mengujinya orang yang hendak kau jadikan
teman. Ada sebuah cara menarik untuk menguji mereka. Undanglah siapa pun
yang kau anggap cocok, untuk menjadi temanmu saat makan pagi di sini,
di rumah kita. Jika sudah sampai disini, ulurlah dan perlamalah waktu
penyajian makanan. Biarkan mereka semakin lapar. Lihatlah apa yang
kemudian mereka perbuat. Saat itu, rebuslah tiga telur. Jika dia tetap
bersabar, hidangkanlah tiga telur itu kepadanya. Lihatlah, apa yang
kemudian mereka perbuat! Itu cara yang paling mudah bagimu. Syukur, jika
kau bisa mengetahui perilakunya lebih dari itu.”
Said sangat gembira mendengar nasihat ayahnya. Dia pun mempraktekkan cara mencari teman sejati yang aneh itu.
Mula-mula,
di mengudang anak-anak para pembesar kerajaan satu-persatu. Sebagian
besar dari mereka marah-marah karena hidangannya tidak keluar-keluar.
Bahkan ada yang pulang tanpa pamit dengan hati kesal, ada yang
memukul-mukul meja, ada yang melontarkan kata-kata tidak terpuji;
memaki-maki karena terlalu lama menunggu hidangan.
Salah
satu dari mereka ada yang bernama Adil yang masih setia dan sabar
menunggu hidangan keluar, Said mengira dialah anak yang baik hati dan
setia. Akhirnya Said mengeluarkan tiga telur rebus yang sudah ia rebus
sendiri.
Melihat itu, Adil berkata keras, “Hanya ini sarapan kita? Ini tidak cukup mengisi perutku!”
Adil
tidak mau menyentuh telur itu. Dia pergi begitu saja meninggalkan Said
sendirian. Said diam. Dia tidak perlu meminta maaf kepada Adil karena
telah meremehkan makanan yang telah dia rebus dengan kedua tangannya.
Dia mengerti bahwa Adil tidak lapang dada dan tidak cocok untuk menjadi
teman sejatinya.
Akhirnya,
Said berpikir untuk mencari teman di luar istana. Kemudian mulailah
Said berpetualang melewati hutan, ladang, sawah, dan kampung-kampung
untuk mencari seorang teman yang baik.
Sampai
akhirnya, dia bertemu dengan seorang anak pencari kayu bakar. Said
mengikutinya diam-diam sampai anak itu tiba di gubuknya. Rumah dan
pakaian anak itu menunjukkan bahwa dia sangat miskin. Namun, wajah dan
sinar matanya memancarkan tanda kecerdasan dan kebaikan hati.
Said menghampiri anak itu dan berkenalan,
“Kalau boleh tahu, namamu siapa?”
“Namaku Abdullah.”
“Kalau boleh tahu, namamu siapa?”
“Namaku Abdullah.”
Lalu said meminta anak itu agar besedia bermain dengannya, dan menjadi temannya.
Namun
Abdullah menjawab, “Kukira kita tidak cocok menjadi teman. Kau anak
orang kaya, malah mungkin anak bangsawan. Sedangkan aku, anak miskin.
Anak seorang pencari kayu bakar.”
Said
menyahut,”Tidak baik kau mengatakan begitu. Mengapa kau membeda-bedakan
orang? Kita semua adalah hamba Allah. semuanya sama, hanya takwa yang
membuat orang mulia di sisi Allah. Apa aku kelihatan seperti anak yang
jahat sehingga kau tidak mau berteman denganku? Mengapa tidak kau coba
beberapa waktu dulu? Kau nanti bisa menilai, apakah aku cocok atau tidak
menjadi temanmu.”
“Baiklah kalau begitu, kita berteman. Akan tetapi, dengan syarat, hak dan kewajiban kita sama, sebagai teman yang seia-sekata.
Akhirnya
Said menyepakati persyaratan yang di ajukan oleh anak seorang pencari
kayu itu. Sejak hari itu dia bermain bersama; pergi kehutan bersama,
memancing bersama, dan berburu kelinci bersama.
Sampai
akhirnya Said menerepkan nasihat ayahnya “Said mengundang anak pencari
kayu itu untuk datang ke rumahnya dengan memberikan secarik kertas pada
temannya itu. Pergilah ke ibu kota, berikan kepada tentara yang kau
temui disana. Dia akan mengantarmu ke rumahku”, kata said sambil
tersenyum.
“Insya Allah aku akan datang,” jawab anak pencari kayu itu.
Keesokan
hari, anak pencari kayu itu sampai juga ke istana. Dia sama sekali
tidak menyangka kalau Said adalah anak raja. Mulanya dia ragu untuk
masuk ke istana. Akan tetapi, jika mengingat kebaikan dan kerendahan
hati Said selama ini, dia berani masuk juga.
Said
menyambutnya dengan hangat dan senyuman gembira. Seperti anak-anak
sebelumnya yang telah hadir di ruang makan itu, Said pun menguji
temannya ini. Dia membiarkan menunggu lama sekali. Namun anak pencari
kayu ini sudah terbiasa lapar. Bahkan dia pernah tidak makan selama tiga
hari. Atau, terkadang makan daun-daunan mentah saja. Sambil menunggu,
dia tidak memikirkan makanan sama sekali. Dia hanya berpikir, seandainya semua anak bangsawan bisa sebaik anak raja ini, tentu dunia akan tenteram.
Selama ini, dia mendengar bahwa anak-anak pembesar kerajaan, senang berhura-hura. Namun, dia menemukan seorang anak raja yang santun dan shalih.
Akhirnya,
tiga butir telur masak pun di hidangkan. Said mempersilakan temannya
untuk memulai makan. Anak pencari kayu bakar itu mengambil satu. Lalu,
dia mengupas kulitnya pelan-pelan. Sementara itu, Said mengupas dengan
cepat dan menyantapnya. Kemudian, dengan sengaja Said mengambil telur
yang ketiga. Dia mengupasnya dengan cepat, dan melahapnya. Temannya
selesai mengupas telur. Said ingin melihat apa yang akan dilakukan
temannya dengan sebutir telur itu, apakah akan dimakannya sendiri
atau….?
Anak
miskin itu mengambil pisau yang ada di dekat situ. Lalu, dia membelah
telur itu jadi dua; yang satu dia pegang, dan yang satunya lagi, dia
berikan kepada Said. Tidak ayal lagi, Said menangis terharu.
Lalu,
Said pun memeluk anak itu erat-erat seraya berkata. “Engkau teman
sejatiku! Engkau teman sejatiku! Engkau temanku masuk surga.”
Sejak
itu, keduanya berteman dan bersahabat dengan sangat akrab. Persahabatan
mereka melebihi saudara kandung. Mereka saling mencintai dan saling
menghormati karena Allah SWT.
Karena kekuatan
cinta itu, mereka bahkan sempat bertahun-tahun mengembara bersama untuk
belajar dan berguru kepada para ulama yang tersebar di Turki, Syiria,
Irak, Mesir, dan Yaman.
Setelah
berganti bulan dan tahun, akhirnya keduanya tumbuh dewasa. Raja yang
adil; ayah Said meninggal dunia. Akhirnya, Said diangkat menjadi raja
untuk menggantikan ayahnya. Menteri yang pertama kali dia pilih adalah
Abdullah, anak pencari kayu bakar itu. Abdullah pun benar-benar menjadi
teman seperjuangan dan penasihat raja yang tiada duanya.
Meskipun
telah menjadi raja dan menteri, keduanya masih sering melakukan shalat
tahajud dan membaca Al-Quran bersama. Kecerdasan dan kematangan jiwa
keduanya mampu membawa kerajaan itu maju, makmur, dan jaya; baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar